rasanya lama-lama aku membencimu
membenci gelak tawamu yang terdengar di belakangku
membenci wangi parfummu yang menyeruak ketika kau datang
membenci pelan senandungmu saat kau mengerjakan tugas-tugasmu
membenci rasa kehadiranmu setiap aku bersandar di kursiku
Aku duduk menghadap meja gambar A1 yang penuh dengan tempelan kertas-kertas. Sudah seminggu berkutat dengan tugas ini, tapi hanya coretan-coretan tidak jelas yang aku hasilkan. Aku melirik jam tanganku, jam 8 pagi. Masih ada cukup waktu untuk membuat beberapa alternatif desain sebelum dosen pembimbingku datang jam 3 sore nanti, mudah-mudahan.
Cukup bercerita tentang mengapa aku terjebak di studio ini sekarang. Yang sebenarnya ingin kuceritakan adalah tentang dia. Itu lho, orang yang baru saja tiba. Dia yang datang dengan gaya cueknya, berkalung headphone sambil menenteng helmnya. Dia yang setiap kali datang selalu berhasil menghapus semua pikiran tentang desain yang bahkan belum sempat kucoretkan di kertas.
Masalahnya, posisi meja gambar aku dan dia di studio saling membelakangi. Jadi kalau aku duduk di depan meja gambarku, dibelakang punggungku akan ada dia yang duduk membelakangiku, menghadap meja gambarnya sendiri. Dan duduk berpunggung-punggungan dengan dia sama sekali tidak membantu memberi kemajuan pada tugas desain kali ini, atau tugas yang mana pun.
Aku sudah hapal bagaimana hari-hari ini akan berjalan. Kami duduk berpunggung-punggungan, dan sepanjang hari aku menikmati keberadaannya. Aku menanti suaranya ketika menyanyikan lagu-lagu dari mp3 playernya. Aku menikmati gelak tawanya saat dia menertawakan lelucon dari teman-teman yang lain. Aku tak pernah bosan ketika parfum yang dipakainya tercium oleh hidungku. Ketika semua itu tak ada, yang aku perlu hanya bersandar di kursiku. Dan aku bisa langsung merasakan kehadirannya di belakangku, walau hanya punggungnya yang terasa dekat.
Hm, sebenarnya aku menikmati ini semua.